Senin, 09 September 2013

KDRT ( ANALISIS MASALAH SOSIAL)



1.1 Tujuan Penulisan
KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) dapat dilakukan oleh siapapun yang berada di dalam lingkup rumah tangga tersebut, seperti suami terhadap istri, istri terhadap suami, orang tua terhadap anak, majikan terhadap pembantu rumah tangga, juga tuan rumah terhadap saudara yang turut tinggal di rumahnya. Namun dalam makalah ini, kami memfokuskan pada kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya.

Kami berusaha mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan KDRT. Dimulai dari, apa yang dimaksud dengan KDRT, bagaimana bentuk & ciri-ciri KDRT, termasuk kedalam klasifikasi masalah sosial manakah KDRT, apa saja sebab & akibat terjadinya KDRT, apakah program pelayanan sosial yang berupaya dalam pemecahan masalah, apa saja potensi & sistem sumber yang mendukung pemecahan masalah, hingga pendekatan apa yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah dan mengapa pendekatan tersebut digunakan.

1.2 Alasan Pemilihan Masalah
Manusia adalah makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak asasi manusia harus dilindungi dan diperjuangkan. Namun, terkadang terjadi penyalahgunaan, salah satunya terjadi kekerasan. Kekerasan sesungguhnya berangkat dari satu ideologi tertentu yang mengesahkan penindasan di satu pihak terhadap pihak lain yang disebabkan oleh anggapan ketidaksetaraan yang ada di dalam masyarakat.

Demikian pula dengan kekerasan dalam rumah tangga (selanjutnya disebut KDRT).  Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dapat bermula dari adanya relasi kekuasaan yang timpang antara lelaki (suami) dengan perempuan (istri). Dengan menggunakan alur pikir seperti ini, maka kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kekerasan yang bersifat gender.

Perempuan secara mayoritas merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga, yang harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

Namun Indonesia patut merasa bersyukur setelah pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai perangkat hukum yang memadai, yang didalamnya anatara lain mengatur mengenai pencegahan, perlindungan terhadap korban, dan penindakan terhadap pelaku KDRT, dengan tetap menjaga keutuhan demi keharmonisan keluarga.


     

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Contoh Kasus KDRT Terhadap Istri
Rina, wanita berumur 33 tahun bekerja di sebuah kantor pengacara cukup terkenal. Ia telah menikah dengan seorang pria yang berumur 35 tahun. Mereka telah dikaruniai seorang anak. Disaat tahun-tahun awal perkawinan, mereka hidup harmonis dan bahagia. Namun keharmonisan dan kebahagaian itu tidak berlangsung lama, hanya hingga kelahiran anaknya. Suaminya mulai bersikap kasar, seperti saat Rina pulang kerja larut malam karena lembur, suami mencurigainya. Hingga pada akhirnya, suami tidak dapat membendung rasa kecurigaan dan kecemburuannya sehingga sering kali menampar atau memukul Rina. Hingga pada akhirnya, Rina memutuskan untuk bercerai.

Pada perjalanan kesendiriannya Rina memutuskan untuk menikah lagi. Ia berharap pernikahan keduanya dapat membawa kebahagiaan untuknya dan anak dari suami pertamanya. Ia pun mengharapkan suami keduanya dapat lebih mengayominya dan membesarkan anak bersama-sama. Suami kedua Rina berumur lebih muda darinya dan ia bekerja di sebuah kantor kontraktor. Selama 1 tahun pertama pernikahan, suami kedua Rina berperilaku dan bersikap baik. Namun 2 tahun kemudian, tak jarang suaminya memukul Rina karena hal sepele. Bahkan suami selalu mencurigai Rina saat ia berada di tempat kerja dan mengatakan bahwa Rina adalah seorang pelacur. Penyiksaan yang dilakukan suami sudah tidak sembunyi-sembunyi. Rina pernah disiksa di depan orang banyak yang berada di lingkungan rumahnya. Sayangnya, tetangga atau orang yang berada di lingkungan tempat Rina tinggal dan mengetahui adanya penyiksaan tersebut tidak melakukan hal apa-apa. Mereka hanya diam tak ada satu pun yang berusaha mencegah penyiksaan itu atau melaporkan penyiksaan tersebut ke pihak yang berwajib. Karena mereka mengganggap hal tersebut merupakan urusan rumah tangga yang tidak boleh ada campur tangan orang lain di dalamnya.

2.2    Definisi KDRT
Menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 1 ayat 1, KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Dalam pasal 2 ayat 1, yang termasuk ke dalam lingkup rumah tangga meliputi :
a.    Suami, isteri, dan anak
b.    Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga
c.    Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut

Sesuai dengan contoh kasus yang telah kami pilih yakni kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. KDRT terhadap istri adalah segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri.

2.2    Bentuk dan Ciri-Ciri KDRT
KDRT memiliki 4 bentuk kekerasan tentunya dengan ciri-ciri yang berbeda. Berikut keempat bentuk kekerasan yang ada dalam rumah tangga :
a.  Kekerasan Fisik
i.    Kekerasan fisik berat berupa penganiayaan berat seperti menendang, memukul, menyundut, melakukan percobaan, pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
·         Cedera berat
·         Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
·         Pingsan
·         Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
·         Kehilangan salah satu panca indera
·         Mendapat cacat
·         Menderita sakit lumpuh
·         Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
·         Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
·         Kematian korban
ii.    Kekerasan fisik ringan berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
·         Cedera ringan
·         Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
·         Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat

b.  Kekerasan Psikis
i.    Kekerasan psikis berat berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis, yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut:
·         Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun
·         Gangguan stres pasca trauma
·         Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis)
·         Depresi berat atau destruksi diri
·         Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
·         Bunuh diri
ii.  Kekerasan psikis ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:
·         Ketakutan dan perasaan terteror
·         Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak
·         Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
·         Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis)
·         Fobia atau depresi temporer

c.Kekerasan Seksual
i.    Kekerasan seksual berat, berupa:
·         Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan
·         Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki
·         Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan
·         Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu
·         Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi
·         Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera
ii.  Kekerasan seksual ringan berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Namun apabila melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.

d.  Kekerasan Ekonomi
i.    Kekerasan ekonomi berat yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
·         Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran
·         Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya
·         Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban
ii.    Kekerasan ekonomi ringan berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

Sesuai dengan kasus Rina, ia mendapatkan keempat bentuk kekerasan yang ada yakni kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Kekerasan fisik ia dapatkan dari kedua suaminya, baik kekerasan fisik berat aupun ringan. Terutama oleh suami kedua, Rina mengalami ketidak sadaran diri atau pingsan dan memiliki luka yang cukup berat. Kekerasan yang dilakukan oleh suami keduanya dapat digolongkan pada kekerasan fisik berat. Lalu kekerasan psikis pun ia dapatkan juga, ia mengalami stres pasca trauma karena adanya kekerasan seksual seperti julukan kotor yang diberikan suami kepada Rina. Dan terakhir adalah kekerasan ekonomi. Baik suami pertama maupun kedua melarang Rina untuk bekerja. Mereka memiliki selalu prasangka buruk terhadapnya saat ia berada di kantor.

2.4    Klasifikasi Masalah Sosial Terkait dengan KDRT
         Kekerasan dalam rumah tangga dapat digolongkan pada kelompok masalah sosial atas dasar dikotomi yakni masalah sosial patologis dan kontemporer-modern. Masalah sosial patologis merupakan masalah yang sulit dipecahkan karena berhubungan dengan kehidupan masyarakat sendiri. Maka dari itu, disebut juga sebagai penyakit sosial. Sedangkan masalah sosial kontemporer-modern adalah masalah sosial yang menunjuk pada masalah sosial yang baru muncul pada masa sekarang atau pada masyarakat industri atau modern.

2.5    Penyebab Terjadinya KDRT Suami Terhadap Istri
a.    KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi suami istri
b.    Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan
c.    Pandangan mengenai laki- laki ditempatkan sebagai seseorang yang harus mengepalai sesuatu, menjadi seseorang yang harus selalu didengar & dipatuhi kata-katanya, dan menempati posisi dominan dalam mengambil keputusan
d.    Adanya rasa cemburu yang berlebihan
e.    Kurangnya rasa saling mempercayai satu sama lain
f.     Kuatnya budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya dalam bidang ekonomi


2.6     Dampak Terjadinya KDRT
Posisi istri jelas berada pada posisi yang sangat rugi. Istri mengalami kerugian di berbagai aspek. Pada aspek fisik, sudah sangat jelas mengalami cedera atau luka-luka berat, bahkan mungkin mengganggu fungsi organ tubuhnya. Pada aspek psikis, istri akan mengalami tekanan mental, seperti menurunya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi bahkan memiliki keinginan untuk bunuh diri.

Selain berdampak pada istri, KDRT pun memiliki dampak negatif bagi anak. Kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam terhadap anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya karena anak mengimitasi perilaku dan car memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.

2.7     Program Pelayanan Sosial dalam Upaya Pemecahan Masalah
Salah satu dari keempat unsur masalah sosial menurut Rubington dan Weinberg adalah adanya orang atau pihak yang terlibat. Pihak tersebut adalah klien, korban, dan significant others. Pada kasus ini, klien adalah pelaku kekerasan. Korban adalah orang yang merasa disakiti dan dirugikan. Significant others adalah penilai atau penindak suatu masalah. Apabila kita kaitkan dengan konsep PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), kasus Rina termasuk ke dalam 2 jenis PMKS yang telah ditetapkan oleh Kementrian Sosial yakni, Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis dan Korban Tindak Kekerasan.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan/ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial.

Keluarga bermasalah sosial psikologis, adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami-istri kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar. Salah satu program pelayanan yang menangani masalah ini adalah LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga). Lembaga ini memberikan  pelayanan konsultasi sosial psikologis baik kepada individu, keluarga, kelompok organisasi maupn masyarakat yang mengalami gangguan terhadap fungsi sosialnya. LK3 memiliki 6 fungsi penting yakni, pencegahan, perlindungan, pengembangan, pemberdayaan, informatif dan rujukan. Dalam usahanya menyelesaikan masalah, LK3 memegang prinsip memegang teguh rahasia keluarga, melibatkan partisipasi keluarga secara aktif, menjunjung tinggi harkat & martabat keluarga, dan membiarkan kesempatan kepada keluarga untuk menentukan nasibnya sendiri. LK3 memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga pelayanan sosial keluarga, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat seperti panti sosial, lembaga pelayanan sosial, perguruan tinggi, dunia usaha, dan lain-lain.

Korban tindak kekerasan adalah seseorang yang mengalami tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan terdekatnya, dan terancam baik secara fisik maupun non fisik. Untuk membantu para korban tindak kekerasan, pemerintah telah mendirikan RPS (Rumah Perlindungan Sosial). RPS didirikan dengan tujuan menjamin dan melindungi korban tindak kekerasan khususnya perempuan dan anak dari situasi terburuk dan berbahaya yang dihadapinya akibat tindak kekerasan dan menciptakan situasi yang memungkinkan korban tersebut menjalankan kehidupannya kembali dengan normal. Prinsip yang digunakan pada pelayanan RPS adalah non-diskriminasi, memberikan segala hal yang terbaik bagi klien, dan kerahasiaan. Dalam usaha pemecahan masalah, RPS menggunakan tiga strategi yang dianggap sangat penting yakni, pencegahan, penyembuhan, dan pengembangan. 

2.8     Potensi dan Sistem Sumber yang Mendukung Upaya Pemecahan Masalah
Kementrian Sosial Republik Indonesia telah mermuskan PSKS (Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial) dalam rangka membantu PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) mencapai kesejahteraannya. Potensi kesejahteraan sosial adalah individu, kelompok organisasi, dan lembaga yang belum memiliki dan atau belum memperoleh pelatihan dan atau pengembangan di berbagai aspek pembangunan kesejahteraan sosial sehingga keberadaannya belum dapat didayagunakan secara langsung untuk mendukung pembangunan kesejahteraan sosial. Sumber kesejahteraan sosial adalah individu, kelompok, organisasi, dan lembaga yang telah memiliki kemampuan dan atau telah memperoleh pelatihan dan atau pengembangan di berbagai aspek pembangunan kesejahteraan sosial sehingga keberadaannya dapat didayagunakan secara langsung untuk mendukung pembangunan kesejahteraan sosial. Jadi, potensi dan sumber kesejahteraan sosial adalah potensi atau sumber yang ada pada manusia, alam, dan institusi sosial yang dapat digunakan untuk usaha kesejahteraan sosial.

Secara umum, PSKS meliputi PSM (Pekerja Sosial Masyarakat), Orsos (Organisasi Sosial), KT (Karang Taruna), WKSBM (Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat), dan seluruh dunia usaha yang turut serta dalam usaha kesejahteraan sosial.

Potensi dan sumber kesejahteraan yang sudah bias dimanfaatkan dalam upaya pemecahan masalah KDRT salah satunya adalah Orsos (Organisasi Sosial). Seperti yang telah dipaparkan pada subbab Program Pelayanan Sosial dalam Upaya Pemecahan Masalah, potensi dan sumber yang dapat digunakan yakni LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga) dan RPS (Rumah Perlindungan Sosial) bagi korban tindak kekerasan.

2.9     Pendekatan yang Digunakan dalam Pemecahan Masalah
Dalam pemecahan masalah ini, berbagai pendekatan sosiologis atau pendekatan lainnya dapat digunakan untuk membantu dan mempercepat penyelesaian masalah. Seperti pendekatan agama, hukum, jurnalistik, seni, sistem, dan interdisipliner.

Pendekatan agama adalah pendekatan yang menekankan pada sanksi yang abstrak yakni surge dan neraka. Pendekatan ini bersifat individual dalam arti sangta berhubungan dengan keyakinan masing-masing orng terhadap ajaran agamanya. Semakin orang yakin akan ajaran agamanya, semakin efektif pengunaan pendekatan ini.

Pendekatan hukum memandang bahwa masalah sosial terjadi akibat adanya pelanggaran terhadap norma-norma hokum dan untuk setiap pelaku pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi. Pada pendekatan ini, sanksi lebih jelas karena mengacu pada peraturan atau norma yang sudah disahkan secara hukum.

Pendekatan jurnalistik merupakan pendekatan yang menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan KDRT seperti sebab-akibat terjadinya KDRT dan cara-cara menghadapinya.

Pendekatan seni adalah suatu upaya yang dilakukan seniman untuk membangun simpati kemanusiaan sehubungan dengan situasi sosial yang bemasalah melalui pementasan drama, lagu, atau puisi.

Pendekatan sistem menetapkan bahwa masalah sosial terjadi karena adanya sistem yang kurang tepat. Peninjauan dan pendekatan aspek keidupan sosial dengan pendekatan system, tidak dapat dilepaskan satu sama lain, melainkan ditinjau sebagai satu kebulatan yang tidak terpisah-pisah. Seperti aspek kehidupan biologis, budaya, ekonomi, politik, psikologi, dan sebagainya. Pada kasus ini, sistem budaya masyarakat sangat teguh memegang prinsip bahwa KDRT merupakan konflik internal suami-istri, sehingga masyarakat tidak memiliki kuasa untuk turut campur.

Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan masalah yang sedang ditangani. Mengingat bahwa masalah social tidak pernah diakibatkan oleh satu aspek kehidupan saja.
























BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
            Manusia adalah makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak asasi manusia harus dilindungi dan diperjuangkan. Namun, terkadang terjadi penyalahgunaan, salah satunya terjadi kekerasan. Salah satunya adalah kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami kepada istri.

            KDRT terhadap istri adalah segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri.

Kekerasan ini terjadi karena adanya factor internal dan eksternal. Faktor internal seperti ketidakharmonisan, kecemburuan, dan kecurigian dalam keluarga. Sedangkan faktor eksternal adalah tidak adanya ketidakempatian masyarakat setempat yang membiarkan kasus tersebut terjadi. Masyarakat mengganggap kasus ini merupakan masalah individu bukan masalah sosial. Kasus ini berdampak pada semua orang yang berada dalam lingkup keluarga tersebut. Tidak hanya berdampak kepada istri yang langsung mengalami kekerasan oleh suami. Tapi juga kepada anak-anak mereka.

Berbagai program pelayanan yang telah dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah dalam upaya menyelasaikan masalah KDRT ini adalah dengan adanya LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga) dan RPS (Rumah Perlindungan Sosial) bagi korban tindak kekerasan. Indonesia pun dapat sedikit merasa tenang, karena UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga telah dibentuk.


3.2       Refleksi
Perempuan secara mayoritas merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga, yang harus mendapat perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat  agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Setelah pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai perangkat hukum yang memadai dalam menangani masalah KDRT khususnya pada korban tindak kekerasan.
   
       Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan, pandangan mengenai laki- laki ditempatkan sebagai seseorang yang harus mengepalai sesuatu, menjadi seseorang yang harus selalu didengar&dipatuhi  kata-katanya, dan menempati posisi dominan dalam mengambil keputusan, karena kesalahan penafsiran tersebut menjadi salah satu penyebab adanya tindakan KDRT.

Agar tindakan KDRT di Indonesia dapat diminimalisir perlu adanya sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga perlindungan dan penghapusan tentang masalah KDRT kepada keluarga yang telah berumah tangga dan khususnya pada laki-laki yang rawan bertindak kekerasan kepada wanita sebelum adanya masalah-masalah lainnya tentang tindak KDRT di Indonesia.

           

















DAFTAR PUSTAKA

Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung : Refika Aditama.
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung : Refika Aditama.


1 komentar: